Blogger Widgets Fuad Rosyady

Senin, 03 Maret 2014

SEJARAH SMP NEGERI 8 MALANG

     Sekolah Menengah Ekonomi Pertama/SMEP Negeri Malang (1950-1955) Didirikan pada tahun 1950 , tepatnya 1 Juli 1950 sesuai dengan SK :5161/B pada awal berdirinya bertempat di Jl. Suropati Malang (Komplek SKODAM) Sekolah dimaksudkan sebagai sekolah kejuruan tingkat pertama yang bertujuan mencetak tenaga terampil ditingkat pertama.
     Pada tahun 1952 pindah ke jalan Arjuno 19 Malang dan diangkat sebagai Kepala Sekolah adalah Bapak Utomo. Dalam pengabdiannya selama 3 (tiga) tahun yaitu tahun 1955 Bapak Utomo diangkat menjadi Inspeksi  P dan K Propinsi Jawa Timur di Surabaya.
     Sebagai pengganti Kepala SMEP Negeri Malang pada tahun 1955 diangkat Bapak Soebekti Harjosantoso. Dalam sejarah berdirinya SMEP rupanya mendapatkan perhatian masyarakat luas di wilayah Malang khususnya yang pada akhirnya karena banyaknya minat dari masyarakat untuk menyekolahkan putra-putri dan terbatasnya daya tampung , maka pada tahun 1966 SMEP Negeri Malang dipecah menjadi 2 yaitu SMEP Negeri 1 di Jl. Arjuno 19 dan SMEP Negeri 2 di Jl. Prof. Moch.Yamin Malang  yang sekarang beralih menjadi SMP Negeri 9 Malang. Sebagai Kepala sekolah SMEP 1 Bapak Soebekti Hardjosantoso dan SMEP 2 Bapak Slamet Tjiptomulyono. Pada tahun 1967 Bapak Soebekti Hardjosantoso  telah menjalani purna tugas (pensiun) maka sebagai PJS Kepala SMEP Negeri 1 Malang Bapak R. Soedjono (Wakasek) sampai dengan tahun 1969. Terhitung 1 Maret 1969 Kepala SMEP Negeri 1 Malang diangkat Bapak Darmoko promosi dari SMEP Negeri Tanjung Karang.
     Pada Tahun 1977 SMEP Negeri 1 sudah tidak menerima siswa baru . Hal ini disebabkan karena adanya perubahan sekolah dari kejuruan menjadi sekolah umum yaitu SMP. Maka pada masa itu hanya menyelesaikan sisa-sisa siswa SMEP Kelas II dan Kelas III . Disamping itu sejak tahun 1978 membuka pendaftaran siswa baru untuk kalangan SMP Negeri 8 Malang.
D. Pada tanggal 17 Pebruari 1979 SMEP Negeri 1 Malang secara      resmi integrasi menjadi SMP Negeri 8 Malang dengan SK No:       030/u/1979. Sebagai Kepala Sekolah  adalah Bapak Darmoko.
     Dalam perjalanannya setelah 1 tahun memimpin SMPN 8 Malang Bapak Darmoko  meninggal dunia karena sakit tepatnya pada tanggal 15 Pebruari 1980. Untuk melanjutkan kepemimpinannya seebagai penggantinya ditunjuk  sebagai PJS yaitu Bapak Ambari Wakasek Pada saat itu. Kemudian pada tanggal 1 Januari 1980 diangkat Bapak  Drs.Sutoro dari SMP 1 Blitar untuk menjadi kepala SMPN 8 Malang. Belum genap 1 tahun memimpin SMP Negeri 8 Malang Bapak Sutoro meninggal dunia karena sakit. Sebagai penggantinya ditunjuk PJS yaitu Bapak Sukandar Wakasek saat itu. Kemudian pada tanggal 1 Januari 1982 pergantian Kepala Sekolah dari PJS kepada Kepala sekolah yang baru yaitu Bapak R.Moh.Safiudin yang sebelumnya menjabat sebagai kepala SMP Ngeri 2 Pamekasan. Enam tahun memimpin SMP Negeri 8 Malang merupakan perjalanan yang panjang bagi Kepala Sekolah dalam mengembang tugas di SMP Negeri 8 Malang. Sudah barang tentu banyak kemajuan-kemajuan yang diperoleh untuk sekolah. Maka pada tanggal 1 September 1988 Bapak R. Moch.Safiudin Pensiun.
    > Periode  (1988-1990)
Pada tanggal 1 september 1988 sebagai penggantinya diangkat Ibu Mastiyam Chaidir untuk memimpin SMP Negeri 8 Malang sampai dengan  Tahun 1990. Tepatnya pada tanggal 1 Nopember 1990 Ibu Mastiyam Chaidir pensiun. Sebagai penggatinya Bapak H.Moh.Hasin yang sebelumnya Kepala Sekolah SMP Negeri 15 Malang.
     > Periode (1993-1997)
Pada tanggal 24 Agustus 1993 Bapak H. Moh.Hasin dimutasi ke SMP Negeri 3 Malang    sebagai penggantinya kepala SMP Negeri 8 Malang dijabat oleh Bapak Drs.H.M. Solichien Saleh,BBA  yang sebelumnya sebagai kepala SMP Negeri 5 Malang. Pada tanggal 1 September 1996 Bapak  Drs.H.M. Solichien Saleh,BBA pensiun dan sebagai PJS ditunjuk Bapak Drs. Sutjipto yang saat itu sebagai kepala SMP Negeri 1 sampai dengan tanggal 17 Maret 1997.
      > Periode (1997-2000)
Terhitung mulai tanggal 17 Maret Kepala Sekolah dijabat oleh Ibu Liliek Rochani  mutasi dari SMP Negeri 4 Malang. Pada tanggal 9 April 1997 sesuai dengan SK No. 34613/I04.7/OT/1997 tentang penggunaan nomor klatur UPT sekolah pada kepala surat Dinas, Cap Dinas/Stempel dan papan nama maka nama SMP Negeri 8 Malang berubah nama menjadi SLTP Negeri 8 Malang (Sekolah Lanjutan
Tingkat Pertama ) sampai dengan tahun 2001
     > Periode (2002-2004 )
Pada Tahun 2002    Ibu Liliek memasuki masa purna tugas, tetapi karena masih belum ada penggantinya maka beliau mendapat perpanjangan sebagai kepala sekolah selama 1 Tahun.
Kemudian di tahun 2002  Drs. Burhanuddin M.Pd secara resmi menjadi kepala SMP Negeri 8 Malang yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala SMP Negeri 17 Malang.
Dalam kurun waktu 3 Tahun Drs. Burhanuddin.M.Pd telah memberikan dasar-dasar yang lebih kuat lagi bagi Bapak/Ibu guru dan karyawan  dalam upaya peningkatan kwalitas pendidikan yang telah ada baik dari segi pengolahan ( Proses)  Belajar Mengajar  maupun peningkatan kwalitas Sarana.
     > Periode (2004-sampai sekarng)
Pada Tahun 2004 karena adanya mutasi kepala sekolah kpemimpinan di SMP Negeri 8 Malang ikut mengalami perputaran dan sebagai kepala sekolah yang baru digantikan oleh Bapak Drs. Gunarso,M.Si.
Drs. Gunarso adalah putra Kepanjen yang merintis guru di kota malang yaitu di SMP Negeri 9 Malang dan seterusnya diangkat sebagai Kepala SMP Negeri 22 di mutasi ke SMP 16, ke SMP Negeri 21 dan hingga saat ini menempati pos Kepala Sekolah di SMP Negeri 8 Malang.
      Dalam perjalanannya Drs. Gunarso memimpin SMP Negeri 8 malang, telah banyak prestasi yang mampu diukir dalam upaya meningkatkan prestasi baik dari segi akademis mapun non akademis.
Dari paparan Kronologis “perjalan”Sekolah yang beralamat di Jl. Arjuno 19 Malang tersbut diatas maka tampak bahwa SMP Negeri 8 Malang bukan sekolah yang  baru, melainkan kelanjutan dari sekolah-sekolah yang telah mempunyai akar tradisi selama 57 tahun.(1950-2007) dan selama itu telah banyak prestasi yang  diukir dan mampu membuktikan kepada masyarakat bahwa SMP Negeri 8 Malang adalah salah satu dari 24 Sekolah Menengah yang patut diperhitungkan di Kota Malang.

Sumber : http://suryahastinaa.blogspot.com/

Senin, 17 Februari 2014

Cerita Rakyat

 Malin Kundang

     Pada suatu waktu, hiduplah sebuah keluarga nelayan di pesisir pantai wilayah Sumatra. Keluarga tersebut terdiri dari ayah, ibu dan seorang anak laki-laki yang diberi nama Malin Kundang. Karena kondisi keuangan keluarga yang memprihatinkan, sang ayah memutuskan untuk mencari nafkah di negeri seberang dengan mengarungi lautan yang luas. Maka tinggallah si Malin dan ibunya di gubug mereka. Seminggu, dua minggu, sebulan, dua bulan bahkan sudah 1 tahun lebih lamanya, ayah Malin tidak juga kembali ke kampung halamannya. Sehingga ibunya harus menggantikan posisi ayah Malin untuk mencari nafkah.
     Malin termasuk anak yang cerdas tetapi sedikit nakal. Ia sering mengejar ayam dan memukulnya dengan sapu. Suatu hari ketika Malin sedang mengejar ayam, ia tersandung batu dan lengan kanannya luka terkena batu. Luka tersebut menjadi berbekas dilengannya dan tidak bisa hilang.
     Setelah beranjak dewasa, Malin Kundang merasa kasihan dengan ibunya yang banting tulang mencari nafkah untuk membesarkan dirinya. Ia berpikir untuk mencari nafkah di negeri seberang dengan harapan nantinya ketika kembali ke kampung halaman, ia sudah menjadi seorang yang kaya raya. Malin tertarik dengan ajakan seorang nakhoda kapal dagang yang dulunya miskin sekarang sudah menjadi seorang yang kaya raya. Malin kundang mengutarakan maksudnya kepada ibunya.
     Ibunya semula kurang setuju dengan maksud Malin Kundang, tetapi karena Malin terus mendesak, Ibu Malin Kundang akhirnya menyetujuinya walau dengan berat hati. Setelah mempersiapkan bekal dan perlengkapan secukupnya, Malin segera menuju ke dermaga dengan diantar oleh ibunya. "Anakku, jika engkau sudah berhasil dan menjadi orang yang berkecukupan, jangan kau lupa dengan ibumu dan kampung halamannu ini, nak", ujar Ibu Malin Kundang sambil berlinang air mata. Kapal yang dinaiki Malin semakin lama semakin jauh dengan diiringi lambaian tangan Ibu Malin Kundang. Selama berada di kapal, Malin Kundang banyak belajar tentang ilmu pelayaran pada anak buah kapal yang sudah berpengalaman. Di tengah perjalanan, tibatiba kapal yang dinaiki Malin Kundang di serang oleh bajak laut. Semua barang dagangan para pedagang yang berada di kapal dirampas oleh bajak laut. Bahkan sebagian besar awak kapal dan orang yang berada di kapal tersebut dibunuh oleh para bajak laut.
     Malin Kundang sangat beruntung dirinya tidak dibunuh oleh para bajak laut, karena ketika peristiwa itu terjadi, Malin segera bersembunyi di sebuah ruang kecil yang tertutup oleh kayu. Malin Kundang terkatung-katung ditengah laut, hingga akhirnya kapal yang ditumpanginya terdampar di sebuah pantai. Dengan sisa tenaga yang ada, Malin Kundang berjalan menuju ke desa yang terdekat dari pantai. Sesampainya di desa tersebut, Malin Kundang ditolong oleh masyarakat di desa tersebut setelah sebelumnya menceritakan kejadian yang menimpanya. Desa tempat Malin terdampar adalah desa yang sangat subur. Dengan keuletan dan kegigihannya dalam bekerja, Malin lama kelamaan berhasil menjadi seorang yang kaya raya. Ia memiliki banyak kapal dagang dengan anak buah yang jumlahnya lebih dari 100 orang.
     Setelah menjadi kaya raya, Malin Kundang mempersunting seorang gadis untuk menjadi istrinya. Berita Malin Kundang yang telah menjadi kaya raya dan telah menikah sampai juga kepada ibu Malin Kundang. Ibu Malin Kundang merasa bersyukur dan sangat gembira anaknya telah berhasil. Sejak saat itu, ibu Malin Kundang setiap hari pergi ke dermaga, menantikan anaknya yang mungkin pulang ke kampung halamannya. Setelah beberapa lama menikah, Malin dan istrinya melakukan pelayaran dengan kapal yang besar dan indah disertai anak buah kapal serta pengawalnya yang banyak.
     Ibu Malin Kundang yang setiap hari menunggui anaknya, melihat kapal yang sangat indah itu, masuk ke pelabuhan. Ia melihat ada dua orang yang sedang berdiri di atas geladak kapal. Ia yakin kalau yang sedang berdiri itu adalah anaknya Malin Kundang beserta istrinya. Malin Kundang pun turun dari kapal. Ia disambut oleh ibunya. Setelah cukup dekat, ibunya melihat belas luka dilengan kanan orang tersebut, semakin yakinlah ibunya bahwa yang ia dekati adalah Malin Kundang. "Malin Kundang, anakku, mengapa kau pergi begitu lama tanpa mengirimkan kabar?", katanya sambil memeluk Malin Kundang. Tapi apa yang terjadi kemudian? Malin Kundang segera melepaskan pelukan ibunya dan mendorongnya hingga terjatuh. "Wanita tak tahu diri, sembarangan saja mengaku sebagai ibuku", kata Malin Kundang pada ibunya. Malin Kundang pura-pura tidak mengenali ibunya, karena malu dengan ibunya yang sudah tua dan mengenakan baju compang-camping. "Wanita itu ibumu?", Tanya istri Malin Kundang. "Tidak, ia hanya seorang pengemis yang pura-pura mengaku sebagai ibuku agar mendapatkan harta ku", sahut Malin kepada istrinya.
     Mendengar pernyataan dan diperlakukan semena-mena oleh anaknya, ibu Malin Kundang sangat marah. Ia tidak menduga anaknya menjadi anak durhaka. Karena kemarahannya yang memuncak, ibu Malin menengadahkan tangannya sambil berkata "Oh Tuhan, kalau benar ia anakku, aku sumpahi dia menjadi sebuah batu". Tidak berapa lama kemudian angin bergemuruh kencang dan badai dahsyat datang menghancurkan kapal Malin Kundang. Setelah itu tubuh Malin Kundang perlahan menjadi kaku dan lama-kelamaan akhirnya berbentuk menjadi sebuah batu karang.

HIKMAH: Sebagai seorang anak, jangan pernah melupakan semua jasa orangtua terutama kepada seorang Ibu yang telah mengandung dan membesarkan anaknya, apalagi jika sampai menjadi seorang anak yang durhaka. Durhaka kepada orangtua merupakan satu dosa besar yang nantinya akan ditanggung sendiri oleh anak.

Sumber: Aneka Cerita.com